JATIMTIMES - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama para pakar untuk membahas Rancangan Undang-Undang Kamar Dagang dan Industri (RUU Kadin). Anggota Baleg dari Fraksi Golkar, Ahmad Irawan, menyoroti perlunya kejelasan posisi Kadin dalam sistem kelembagaan negara.
Dalam forum yang berlangsung Kamis (4/12), Irawan meminta pandangan narasumber mengenai konsep penempatan Kadin, apakah tetap sebagai kelompok kepentingan pelaku usaha atau justru ditetapkan sebagai lembaga non-struktural.
Baca Juga : Resmi! Cara Cek NIK di DTSEN untuk Penerima Bansos Desember 2025 Tanpa Ribet
“Misalnya ketika Pak Oce Madril (Narasumber) menyampaikan bahwa KADIN ini menariknya ditempatkan sebagai satu lembaga non-struktural… Tetapi kalau banyak samanya dengan lembaga-lembaga lain, khususnya tadi hanya sebatas menjalankan fungsi advisory… berarti kan sebenarnya lembaga ini nggak sui generis juga gitu,” ujar Irawan, dikutip YouTube TNR Parlemen, Jumat (5/12).
Menurutnya, best practice internasional menunjukkan bahwa kamar dagang lebih berperan sebagai interest group yang memberi masukan kebijakan ekonomi kepada pemerintah. Ia mengingatkan birokrasi yang rumit masih menjadi tantangan berat dunia usaha di tanah air.
“Apakah kita meneguhkan posisi KADIN ini sebagai satu interest dan strategic partnership group, atau tadi Bapak menyampaikan kita tarik posisinya sebagai lembaga non-struktural gitu… Tantangan terbesar bisnis kita kan di birokratisasinya, Pak,” imbuhnya.
Irawan juga menekankan pentingnya menjaga batas yang jelas agar tidak terjadi benturan kepentingan. Ia menilai perlu ada pengaturan yang kuat jika Kadin kelak diberi kewenangan sebagai bagian dari organ negara.
“Bagaimana membatasi yang disebut dengan conflict of interest itu ketika dia kita tetapkan sebagai organ negara yang dia bisa menciptakan norma atau menerapkan norma itu sendiri,” katanya.
Irawan kemudian menyinggung definisi lembaga negara yang secara umum harus memenuhi unsur pembentukan lewat undang-undang, dibiayai negara, dan menjalankan otoritas publik. Jika tiga unsur itu dipenuhi, maka status Kadin tentu akan berubah secara signifikan.
Irawan menyinggung Putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan Kadin sebagai wadah tunggal. Namun, ia mengingatkan bahwa Kadin tak boleh hanya menaungi industri besar.
Ia mencontohkan kesenjangan yang selama ini terjadi pada UMKM yang tidak terhubung dengan industri besar.
“Tantangan terbesar kita… UMKM kita sulit berkembang meskipun punya bisnis yang sama, karena dia tidak linkage dengan industri,” ujarnya.
Ia lalu mencontohkan koperasi di Malang yang sukses karena memiliki keterhubungan langsung dengan sektor industri susu.
Baca Juga : Dinas Sosial Ngawi Lauching Rumah Terapi Ceria Adikku bagi Penyandang Disabilitas
"Ada satu kooperasi misalnya UMKM yang besar di Malang Pak. Dia bisa membagikan deviden sampai 46 miliar setahun itu SHU. Disebutkan kooperasi SAE, kenapa? Karena dia linkage dengan industri susu Pak. Jadi hasil nyicil sapi ini dibayar pakai susu kreditnya. Susunya diserap oleh industri Akhirnya kooperasinya besar, UMKM-nya besar," kata Irawan.
"Nah bagaimana, membuat satu engineering di Undang-Undang Kadin ini
bisa mendorong UMKM tersebut," tambahnya.
Irawan menyebut diskusi ini masih pada tahap awal RDPU. Ia juga menunggu kejelasan sikap resmi dari Kadin terkait arah penguatan kelembagaan dalam RUU tersebut.
“Karena ini masih RDPU awal, karena kita juga belum mengetahui dan belum mendengar Kadin sebenarnya maunya apa terhadap undang-undang tadi,” kata dia.
Mengakhiri penyampaiannya, Irawan menjelaskan pentingnya kesepahaman lebih dulu dalam mendesain masa depan Kadin.
“Apakah ini kita kukuhkan sebagai organ negara atau kemudian kita tetap mengkonsolidasikan ini sebagai interest group,” pungkas Irawan.
